Hukum Adat Suku Baduy
Indonesia merupakan negara dengan
banyak kepulauan, karena banyak nya pulau inilah yang membuat indonesia
memiliki beragamm suku dan budaya.Di Indonesia sendiri memiliki suku
kurang lebih 34 suku, yaitu Suku Aceh, Suku Minangkabau, Suku Batak,
Suku Akit, Suku Sakai, Suku Kerinci, Suku Musi, Suku Melayu, Suku
Serawai, Suku Lampung, Suku Betawi, Suku Sunda, Suku Baduy, Suku Samin,
Suku Jawa, Suku Madura, Suku Bali Aga, Suku Sasak, Suku Bima, Suku
Dayak, Suku Ot Danum, Suku Banjar, Suku Tidung, Suku Bulungan, Suku
Mihanasa, Suku Toraja, Suku Mori, Suku Buton, Suku Bugis, Suku
Gorontalo, Suku Buru, Suku Togutil, Suku Dani, Suku Asmat.
Namun walaupun Indonesia memiliki beragam suku, masyarakat Indonesia tetap memegang teguh persatuan dan kesatuan yang ada. Suku - suku ini juga memiliki hukum adat yang berbeda antara satu suku dengan suku yang lainnya. Saat ini saya akan membahas salah satu hukum adat suku yang ada di Indonesia, yaitu Hukum Adat suku Baduy..
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum
adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Suku Baduy adalah salah satu suku di Banten yang
sampai saat ini masih memegang teguh budayanya. Suku Baduy terletak di
Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan di
daerah Pegunungan Kendeng. Masyarakat Baduy
terbagi menjadi dua bagian yakni Baduy dalam dan Baduy luar. Orang Baduy
dalam bertempat tinggal di Kampung Kajeroan yang terdiri dati tiga
kepu’unan yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana. Ketiga kepu’unan
tersebut berada di Desa
Tangtu Tilu (pasti tiga). Sedangkan Baduy luar menempati banyak kampung
ada sekitar 60 kampung. Masyarakat Baduy dalam dan luar mempunyai
perbedaaan meskipun tidak banyak berbeda, mulai dari pakaian dan
aturan-aturan yang dianutnya.
Baduy merupakan sebutan populer orang lain terhadap masyarakat Desa
Kanekes Banten.
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut
kepercayaan sunda wiwitan:
1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut
bulan kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat
baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,Karo,
dan Katiga.
2. Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan
syukur atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa
selama 3 bulan. Ngalaksa atau yang bsering disebut lebaran.
3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang
bertujuan merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan
pemerintah, dan merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat baduy.
4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai
penghormatan kepada dewi sri lambing kemakmuran.
5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu:
1. Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil.
2. Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk
dijampi-jampi.
3. Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara perehan
atau selametan.
4. Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran.
5. Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama oleh
dukun(kokolot) yuang didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam.
6. Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh dukun
atau kokolot menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib sebagai
penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang
semampunya, dan kain poleng.
Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari tentunya masyarakat baduy
disesuaikan dengan penanggalan:
1. Bulan Kasa
2. Bulan Karo
3. Bulan Katilu
4. Bulan Sapar
5. Bulan Kalima
6. Bulan Kaanem
7. Bulan Kapitu
8. Bulan Kadalapan
9. Bulan Kasalapan
10. Bulan Kasapuluh
11. Bulan Hapid Lemah
12. Bulan Hapid Kayu
Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam
berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada
adat saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria
memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang, Potongannya
tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai kantong baju.
Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.
Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru
kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian
kepala suku baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku
Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam.
Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Terlihat dari
warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan bahwa
kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk
busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar
tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan
busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada.
Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka
secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutup.
Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan
dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan
bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak
mereka masing-masing. Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian
dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran.
- Tahap Pertama, orang tua
laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun
sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
- Tahap kedua, selain membawa
sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin
yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya.
- Tahap ketiga,
mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan
pernikahan untuk pihak perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan
untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
Masyarakat Baduy sejak dahulu selalu berpegang teguh kepada seluruh
ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Kepala Adat.
Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan tersebut menjadi pegangan mutlak
untuk menjalani kehidupan bersama. Selain itu, didorong oleh keyakinan
yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar maupun Baduy Dalam
tidak pernah ada yang menentang atau menolak aturan yang diterapkan sang
Kepala Adat. Dengan menjalani kehidupan sesuai adat dan aturan yang
ditetapkan oleh Kepala Adat di sana, akan tercipta sebuah komunitas
dengan tatanan masyarakat yang amat damai dan sejahtera.
Masyarakat Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem
nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang
mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut
digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
benturan. Secara nasional, penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa
yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un".
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Suku Baduy adalah "Pu'un" yang ada di tiga kampung tangtu.
Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari
bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu
jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Mengamati kehidupan suku Baduy tampak seperti sebuah kehidupan penuh
dengan keselarasan dan ketenangan. Rumah-rumah yang mempunyai model dan
gaya arsitektur yang sama, mata pencaharian atau kegiatan yang sama, dan
berpakaian sama. Seperti tidak ada yang membedakan mereka, ‘tidak ada
kaya miskin’ dalam kehidupan sosial ekonomi mereka. Saling percaya dan
menghormati kepunyaan masing-masing. Jika mereka mempunyai uang lebih,
uang terssebut mereka belikan beras atau emas.Emas mereka kenakan setiap
hari, tanpa ada pandangan banyak emas banyak uang, emas hanya mereka
gunakan sebagai hiasan seorang wanita. Sedangkan padi atau beras mereka
simpan di leuit (gubuk tempat menyimpan padi) yang terletak di sebelah
perkampungan. Tempat yang terpisah dari tempat tinggal mereka tidak
membuat mereka ‘was-was’ atau kawatir jika dicuri orang, karena memang
di sana tidak ada pencuri. Mereka malu melakukan perbuatan tercela dan
takut melanggar hukum adat yang berlaku.
Namun sebagian besar
hukum adat itu memang tidak tertulis dan tidak pula dicatat-catat .
Berikut adalah beberapa larangan terlihat pada suku Baduy:
1. Dilarang membunuh orang.
2. Dilarang mengubah jalan air seperti membuat kolam ikan atau drainase
3. Dilarang menikah lebih dari satu orang
4. Dilarang masuk ke hutan titipan untuk menebang pohon
5. Dilarang makan minum yang memabukan
6. Dilarang berduaan berlainan jenis
7. Dilarang berjinah
8. Dilarang mencuri
9. Dilarang berbohong
10. Dilarang melanggar adat
11. Dilarang meminta-minta atau mengemis
12. Dilarang menyiksa binatang, dsb.
13. Dilarang memelihara ternak berkaki empat
14. Dilarang berpergian menggunakan kendaraan
15. Dilarang berpakaian sembarangan
dll
Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas
pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam
bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan
peringatan.
Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain
cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran
berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh
Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat,
si terhukum juga akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP)
atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas
akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau
akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan
Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat
dan ketentuan Baduy. Selain itu adanya larangan warga untuk keluar daerah , jika
dilanggar aka mereka langsung di usir .
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
http://www.satujam.com/34-macam-suku-yang-ada-di-indonesia/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Baduy
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1152/tata-kemasyarakatan-suku-baduy
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
https://id.wikipedia.org/wiki/Pikukuh_Baduy