Asuransi
A.
Pengertian
Asuransi
Pada prinsipnya, Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis di mana
perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa,
properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari
kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti
kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan
pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai
ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Berikut
adalah beberapa definisi asuransi
menurut beberapa sumber :
1. Menurut
Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung
mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu
peristiwa tak tentu.
2. Menurut
Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
3. Menurut
Paham Ekonomi
Asuransi
merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk
membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi
dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan
perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga
sebelumnya (fortuitious event).
B.
Manfaat
Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
1. Rasa
aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman
dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian
tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau
ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2. Pendistribusian
biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan
dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus
ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara
cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak
penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
Semakin besar nilai pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang
harus dibayar oleh tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai
jaminan untuk memperoleh kredit.
4. Berfungsi
sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap
periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga
memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan
perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat
penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya
ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan
sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.
6. Membantu
meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh
para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa diakibatkan oleh
berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain).
C.
Risiko
dan Ketidakpastian
Secara umum, risiko adalah kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko
dalam industri perasuransian
diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan
terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko:
1. Risiko
murni
Adalah risiko
yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak
terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2. Risiko
spekulatif
Adalah risiko
yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.
3. Risiko
individu
Adalah risiko
yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini
masih dipilah menjadi 3 jenis :
a. Risiko
pribadi (personal risk)
Adalah risiko
yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau
dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau
orang yang ia asuransikan.
b. Risiko
harta (property risk)
Adalah risiko
yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri.
Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan
ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.
c. Risiko
tanggung gugat (liability risk)
Risiko
yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau
lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi
oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya.
Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan
baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani
risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Menghindari
risiko (risk avoidance)
Dapat
dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum
kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin
timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau
kita hentikan.
2. Mengurangi
risiko (risk reduction)
Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko
yang mungkin terjadi.
3. Menahan risiko
(risk retention)
Berarti
kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko
tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang
kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.
4. Membagi risiko
(risk sharing)
Tindakan ini melibatkan orang lain untuk
sama-sama menghadapi risiko.
5. Mentransfer
risiko (risk transferring)
Berarti
memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul
beban risiko.
D.
Prinsip
Asuransi
1. Insurable interest (kepentingan
yang dipertanggungkan)
Pada
prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko
yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung
dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi
kriteria insurable interest:
a. Kerugiaan
tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian.
Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.
b. Kewajaran.
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi
adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung
maupun bagi penanggung.
c. Catastrophic. Risiko
yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi
yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan
mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
d. Homogen. Untuk
memenuhi syarat dapat diasuransikan,
barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak
barang yang serupa atau sejenis.
2. Utmost Good Faith (itikad
baik)
Dalam
melakukan kontrak asuransi, kedua
belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung
harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk
mengungkapkan fakta disebut duty of
disclosure.
3. Indemnity
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung
untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial.
Konsep ini tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang
rusak atau cacat karena indemnity berkaitan
dengan ganti rugi finansial.
4. Proximate Cause
Adalah
suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara
berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan
bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.
5. Subrogation
Pada
prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada
tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa
kerugian.
6. Contribution
Bahwa
penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki
kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang
tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.
E.
Polis
Asuransi
Polis asuransi
adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian asuransi. Dengan adanya
polis asuransi perjanjian antara
edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nomor
polis
2. Nama dan
alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah
pertanggungan
5. Jangka
waktu pertanggungan
6. Besar
premi, bea materai, dan lain-lain
7. Bahaya-bahaya
yang dijaminkan
8. Khusus
untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi,
nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.
F.
Premi
Asuransi
Premi asuransi
adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa
pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung
pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah
nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada
perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.
G.
Penggolongan
Asuransi
1. Menurut
Sifat Pelaksanaannya
a. Asuransi
sukarela
Pada
prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata-mata
dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian
atas sesuatu yang dipertanggungkan.
b. Asuransi wajib
Merupakan
asuransi yang sifatnya wajib
dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelakasanaannya dilakukan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Menurut
Jenis Usaha Perasuransian
Menurut
UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
jenis usaha perasuransian dibagi menjadi
beberapa jenis :
a. Usaha Asuransi
1) Asuransi
kerugian
Yaitu
usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari
peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi
kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:
a) Asuransi
kebakaran adalah asuransi yang
menutup risiko kebakaran.
b) Asuransi
pengangkutan adalah asuransi
pengangkutan penanggung atau perusahaan asuransi
akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan saat
pelayaran.
c) Asuransi aneka
adalah jenis asuransi kerugian yang
tidak dapat digolongkan kedala kedua asuransi
diatas, missal : asuransi kendaraan
bermotor, asuransi kecelakaan diri,
dan lain sebagainya.
2) Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah
suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi
dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi
jiwa memberikan:
a) Dukungan
bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
b) Santunan
bagi tertanggung yang meninggal
c) Bantuan
untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci
d) Penghimpunan
dana untuk persiapan pension
Ruang
lingkup usaha asuransi jiwa dapat
digolongkan menjadi 3, yaitu :
a) Asuransi jiwa
biasa (ordinary life insurance)
Biasanya
polis asuransi jiwa ini diterbitkan
dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodik (bulanan,
triwulanan, semesteran, dan tahunan).
b) Asuransi jiwa
kelompok (group life insurance)
Asuransi jiwa
ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang
di bawah satu polis induk di mana masing-masing anggota kelompok menerima
sertifikat partisipasi.
c) Asuransi jiwa
industrial (industrial life insurance)
Dalam
jenis asuransi ini dibuat dengan
jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di
rumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent.
3) Reasuransi (reinsurance)
Adalah
pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi. Reasuransi
adalah suatu system penyebaran risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh
atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain.
Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi. Koasuransi
adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban
pada pihak tertanggung. Fungsi reasuransi
adalah :
a) Meningkatkan
kapasitas akseptasi.
b) Alat
penyebaran risiko.
c) Meningkatkan
stabilitas usaha.
d) Meningkatkan
kepercayaan.
Mekanisme
untuk reasuransi antara lain:
a) Treaty dan facultative reinsurance
Dalam
model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang diinginkan dengan
perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan.
b) Reasuransi proporsional
Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional
berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah
maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
c) Reasuransi nonproporsional
Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur
untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi
adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana
reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
b. Usaha
Penunjang
1) Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan
jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi
dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Pialang
reasuransi adalah usaha yang memberikan
jasa keperantaraan dalam penetapan reasuransi
dan penanganan ganti rugi reasuransi
dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3) Penilai
kerugian asuransi adalah usaha yang
memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan
aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen asuransi adalah pihak yang memberikan
jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
3. Menurut The Chartered Insurance Institute London
a. Asuransi
kerugian (property insurance)
Merupakan
pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki risiko.
Jenisnya ada :
1) Asuransi
kebakaran (fire insurance)
2) Asuransi
pengangkutan (marine insurance)
3) Asuransi
penerbangan (flight insurance)
4) Asuransi
kecelakaan (accident insurance)
b. Asuransi
tanggung gugat (liability insurance)
Adalah asuransi untuk melindungi tertanggung
terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian
tertanggung.
c. Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa
terdiri atas :
1) Asuransi
kecelakaan
2) Asuransi jiwa
3) Anuitas
4) Asuransi
industri
d. Asuransi
kerugian (general insurance)
e. Reasuransi (reinsurance)
H.
Pengaturan
Perasuransian di Indonesia
Berikut
merupakan peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan
dan pengawasan atas usaha perasuransian
di Indonesia saat ini :
1. UU no.2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian
2. PP no.73
tahun 1002 tentang usaha perasuransian
3. Keputusan
menteri keuangan, antara lain:
a. Nomor
223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
b. No.224/KNE.017/1993
tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
c. No.225/KMK.017/1993
tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurasni dan
Reasuransi
d. No.226/CMK.017/1993
tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi
I.
Perizinan
Pendirian Perusahaan Asuransi
Pemberian
izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP Nomor 73 Tahun 1992 dilakukan dalam dua
tahap, yaitu:
1. Persetujuan
Prinsip
Adalah persetujuan yang
diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di
bidang perasuransian, dimana batas
waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun.
2. Izin
usaha
Adalah izin yang diberikan
untuk melakukan usaha setelah perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha
diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.
J.
Asuransi
Kredit
Asuransi kredit
mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang
selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak
bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan
kerugian bagi pemilik barang dan bank
sebagai pemberi kredit.
Kredit
adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk
melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit,
pemberi kredit menutup asuransi atas
kredit tersebut. Dalam asuransi
kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau
lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko kredit di
mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya (yang umumnya
terdiri atas para pengusaha). Asuransi
kredit bertujuan :
1. Melindungi
pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya.
2. Membantu
kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun
kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan
adanya asuransi kredit ini bank
terdorong untuk lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal
untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan asuransi
kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di
Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah,
bank-bank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas
jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang
ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga
bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit.
Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi
kredit.
K.
Pengertian
Asuransi Syariah
Definisi
asuransi syari'ah menurut Dewan
Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru'
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana
para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau
seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah
yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan
disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan
kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong
menolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya
adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong menolonglah dalam
kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan"
L.
Dasar
Hukum Islam terkait Asuransi Syariah
1. Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia
membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
2. Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian
memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah
kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak
memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
3. Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah
kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat
untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya
Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
M.
Prinsip
Asuransi Syariah
1. Dibangun atas dasar kerjasama (taawun).
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau
mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu
haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan
menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah
ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya
dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu
musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu
menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut
aturan syar’i.
N.
Perbedaan
Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Dalam
asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk
yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung
sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari
tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekuensi maka kepemilikan dana pun
berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa
perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Akad (Perjanjian)
Setiap
perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas
secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis
tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah
menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara
syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara
perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli)
atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau
perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas
adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara
itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual,
pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat
dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh
peserta asuransi utnuk mendapatkan
sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.
Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan
tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung
usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila
peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi.
Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar)
dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving)
atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu
Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar
mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain
tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat
diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual
menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan
jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam
suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal
berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk
perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang bertransaksi (akad
tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah
pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat
diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat
al-Baqarah ayat 282).
2.
Gharar (Ketidakjelasan)
Definisi
gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan
tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang
Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung
merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak
mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar.
Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut
cacat secara hukum.
Pada
asuransi syariah akad tadabuli
diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama
peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para
ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam
praktik muamalah yang gharar.
Pada
akad asuransi konvensional
dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi
syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan
perusahaan asuransi syariah (mudharib)
tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
3.
Tabarru dan Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan,
yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri
(dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara
ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya
ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam
rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan
adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta
untuk saling menolong.
Menyisihkan
harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam
agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah,
sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi
hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim
dan Abu Daud).
Untuk
produk asuransi jiwa syariah yang
mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi)
selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan
yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada
asuransi kerugian syariah menggunakan
dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi
akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada
peserta secara penuh.
4.
Maisir (Judi)
Allah
SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang
beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."
Prof.
Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi
konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar.
Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf
menjelaskan unsur maisir dalam asuransi
konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum
periode akhir polis asuransinya dan
telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara
perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang
diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang
bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis
mengambil asuransi itu tidak dapat
disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab
keuntungan perusahaan asuransi sangat
dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
5.
Riba
Dalam
hal riba, semua asuransi
konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu
melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan
kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada
peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang
aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban
yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan
berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak
yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai
bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah
SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat
ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan."
Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba,
penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR
Muslim)
6.
Dana Hangus
Ketidakadilan
yang terjadi pada asuransi
konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa
mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah
beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena
kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus.
Demikian juga pada asuransi non-saving
atau asuransi kerugian jika habis
masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus
dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan
dana hangus yang diterapkan oleh asuransi
konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang
tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana
untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk
akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah
melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang
merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak
mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta
masuk asuransi. Bagi peserta yang baru
masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku
pula pada asuransi kerugian. Jika selama
dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut
dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad).
Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke
peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
7.
Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian
para ahli syariah meyamakan sistem asuransi
syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria
Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at
takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan,
dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian
atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu
masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan
terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di
atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan
sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling
menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
8.
Dewan Pengawas Syariah
Pada
asuransi syariah seluruh aktivitas
kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian
dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operasional perusahaan,
investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara
dengan dewan komisaris.
DAFTAR PUSTAKA
Triandaru,
Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank
dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
0 komentar:
Posting Komentar