Kamis, 10 Maret 2016

Tulisan1_SS_Hukum Adat Suku Baduy

Hukum Adat Suku Baduy


     Indonesia merupakan negara dengan banyak kepulauan, karena banyak nya pulau inilah yang membuat indonesia memiliki beragamm suku dan budaya.Di Indonesia sendiri memiliki suku kurang lebih 34 suku, yaitu Suku Aceh, Suku Minangkabau, Suku Batak, Suku Akit, Suku Sakai, Suku Kerinci, Suku Musi, Suku Melayu, Suku Serawai, Suku Lampung, Suku Betawi, Suku Sunda, Suku Baduy, Suku Samin, Suku Jawa, Suku Madura, Suku Bali Aga, Suku Sasak, Suku Bima, Suku Dayak, Suku Ot Danum, Suku Banjar, Suku Tidung, Suku Bulungan, Suku Mihanasa, Suku Toraja, Suku Mori, Suku Buton, Suku Bugis, Suku Gorontalo, Suku Buru, Suku Togutil, Suku Dani, Suku Asmat.
Namun walaupun Indonesia memiliki beragam suku, masyarakat Indonesia tetap memegang teguh persatuan dan kesatuan yang ada. Suku - suku ini juga memiliki hukum adat yang berbeda antara satu suku dengan suku yang lainnya. Saat ini saya akan membahas salah satu hukum adat suku yang ada di Indonesia, yaitu Hukum Adat suku Baduy..


     Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.


     Suku Baduy adalah salah satu suku di Banten yang sampai saat ini masih memegang teguh budayanya. Suku Baduy terletak di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan di daerah Pegunungan Kendeng.  Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua bagian yakni Baduy dalam dan Baduy luar. Orang Baduy dalam bertempat tinggal di Kampung Kajeroan yang terdiri dati tiga kepu’unan yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana. Ketiga kepu’unan tersebut berada di Desa
Tangtu Tilu (pasti tiga). Sedangkan Baduy luar menempati banyak kampung ada sekitar 60 kampung. Masyarakat Baduy dalam dan luar mempunyai perbedaaan meskipun tidak banyak berbeda, mulai dari pakaian dan aturan-aturan yang dianutnya. Baduy merupakan sebutan populer orang lain terhadap masyarakat Desa Kanekes Banten.

 Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut kepercayaan sunda wiwitan:
 1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,Karo, dan Katiga.
2. Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan syukur atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa selama 3 bulan. Ngalaksa atau yang bsering disebut lebaran.
3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan pemerintah, dan merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat baduy.
4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai penghormatan kepada dewi sri lambing kemakmuran.
5. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu: 1. Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil. 2. Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk dijampi-jampi. 3. Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara perehan atau selametan. 4. Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran. 5. Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama oleh dukun(kokolot) yuang didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam.
6. Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh dukun atau kokolot menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib sebagai penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang semampunya, dan kain poleng.

Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari tentunya masyarakat baduy disesuaikan dengan penanggalan:
1. Bulan Kasa
2. Bulan Karo
3. Bulan Katilu
4. Bulan Sapar
5. Bulan Kalima
6. Bulan Kaanem
7. Bulan Kapitu 
 8. Bulan Kadalapan 
 9. Bulan Kasalapan
10. Bulan Kasapuluh 
11. Bulan Hapid Lemah 
12. Bulan Hapid Kayu

Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.

Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutup. 

Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing. Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran.

- Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
- Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya.
- Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.  


     Masyarakat Baduy sejak dahulu selalu berpegang teguh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Kepala Adat. Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan tersebut menjadi pegangan mutlak untuk menjalani kehidupan bersama. Selain itu, didorong oleh keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar maupun Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau menolak aturan yang diterapkan sang Kepala Adat. Dengan menjalani kehidupan sesuai adat dan aturan yang ditetapkan oleh Kepala Adat di sana, akan tercipta sebuah komunitas dengan tatanan masyarakat yang amat damai dan sejahtera.

Masyarakat Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un".



Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Suku Baduy adalah "Pu'un" yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Mengamati kehidupan suku Baduy tampak seperti sebuah kehidupan penuh dengan keselarasan dan ketenangan. Rumah-rumah yang mempunyai model dan gaya arsitektur yang sama, mata pencaharian atau kegiatan yang sama, dan berpakaian sama. Seperti tidak ada yang membedakan mereka, ‘tidak ada kaya miskin’ dalam kehidupan sosial ekonomi mereka. Saling percaya dan menghormati kepunyaan masing-masing. Jika mereka mempunyai uang lebih, uang terssebut mereka belikan beras atau emas.Emas mereka kenakan setiap hari, tanpa ada pandangan banyak emas banyak uang, emas hanya mereka gunakan sebagai hiasan seorang wanita. Sedangkan padi atau beras mereka simpan di leuit (gubuk tempat menyimpan padi) yang terletak di sebelah perkampungan. Tempat yang terpisah dari tempat tinggal mereka tidak membuat mereka ‘was-was’ atau kawatir jika dicuri orang, karena memang di sana tidak ada pencuri. Mereka malu melakukan perbuatan tercela dan takut melanggar hukum adat yang berlaku.


 Namun sebagian besar hukum adat itu memang tidak tertulis dan tidak pula dicatat-catat . Berikut adalah beberapa larangan terlihat pada suku Baduy:
1. Dilarang membunuh orang.
2. Dilarang mengubah jalan air seperti membuat kolam ikan atau drainase
3. Dilarang menikah lebih dari satu orang
4. Dilarang masuk ke hutan titipan untuk menebang pohon
5. Dilarang makan minum yang memabukan
6. Dilarang berduaan berlainan jenis
7. Dilarang berjinah
8. Dilarang mencuri
9. Dilarang berbohong
10. Dilarang melanggar adat
11. Dilarang meminta-minta atau mengemis
12. Dilarang menyiksa binatang, dsb.
13. Dilarang memelihara ternak berkaki empat
14. Dilarang berpergian menggunakan kendaraan
15. Dilarang berpakaian sembarangan
dll

     Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan.
     Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
     Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, si terhukum juga akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy. Selain itu adanya larangan warga untuk keluar daerah , jika dilanggar aka mereka langsung di usir .



DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
http://www.satujam.com/34-macam-suku-yang-ada-di-indonesia/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Baduy
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1152/tata-kemasyarakatan-suku-baduy
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
https://id.wikipedia.org/wiki/Pikukuh_Baduy



1 komentar:

pesanonline mengatakan...

mantap artikelnya.

jasa sablon gelas murah di tulungagung

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More